"Bingungnya" Investasi SAHAM

Dunia SAHAM di Indonsia menurut saya sudah tumbuh. Rasanya ingin sekali mengikuti dunia investasi saham ini terlebih lagi ada sebuah tugas dalam suatu matakuliah yang mengharuskan saya untuk mengikuti dunia ini, hingga akhirnya demi sebuah tugas sayapun mengikutinya.

Dalam mengikuti dunia SAHAM demi tugas tersebut, banyak pikiran yang berseliweran dikepala saya. Seperti ternyata dalam dunia jual beli SAHAM uang yang beredar sangat besar sekali. Berbagai kisah terdengar ditelinga. Rata - rata cerita yang bagus dalam hal keuntungan, yaitu untung uang banyak dalam waktu singkat, meski  ada juga cerita yang terdengar miskin dalam sekejap gara - gara SAHAM. Semua itu sangat menganggu pikiran saya.

Hingga dalam benak melihat kenyataan banyak yang 'enak' didengar, terbersit dalam benak untuk ikutan saja "Siapa Tahu.........".
Namun pikiran kemudian merespon dan membuat tubuh harus mencari faktanya tentang dunia SAHAM ini.

Apakah itu?

Yaitu apakah halal atau haram jual beli saham itu?



Akhirnya anggota tubuhpun mencari kesana kemari berbagai literatur tentu saja literature online yang paling mudah dan menemukan paling tidak intinya adalah Hukum Saham Tidak bisa di generalisasi.

Kenapa demikian?

Ternyata banyak faktornya, seperti faktor perusahaanya, faktor cara jual belinya dan lain - lain.

Secara umum paling tidak dua hal itu yang bisa saya pegang agak mudah, yaitu faktor perusahaanya dan faktor  jual belinya. ( agak panjang artikel curhat kali ini jadi mohon sabar)

Faktor Perusahaannya

Ternyata tidak semua perusahaan itu bergerak dalam bidang yang dihalalkan dalam islam. Contoh pabrik minuman keras. Perusahaa- perusahaan rentenir dan sejenisnya. Jelas jika perusahaanya bergerak dalam bidang yang tidak halal, maka secara umum mentransaksikannyapun jadi tidak halal.
Sedangkan jikapun perusahaanya bergerak dalam bidang yang dibolehkan, maka akan masuk pada pembahasan dalam hal cara atau faktor yang berkaitan dalam jual beli.

Factor Jual Beli

Ternyata sudah lama orang - orang Islam yang memiliki konsen dibidang ini yang juga diresahkan dan pada akhirnya telah dibuat suatu kesimpulan yang luar biasa.
Yang mengadakan kesimpulan ini adalah Islamic Fiqih Academy (Majma’ Al-Fiqih Al-Islami), sebuah lembaga pengkajian fikih di bawah Rabithah Al-Alam Al-Islami, telah merinci dan menetapkan hukum masing-masing transaksi tersebut pada konferensi ketujuh mereka, yang diadakan pada tahun 1404 H di kota Mekah Al-Mukarramah. Sehubungan dengan persoalan ini, Majelis telah memberikan keputusan sebagai berikut:

Pertama: Target utama pasar modal/bursa saham adalah menciptakan pasar tetap dan simultan, yang mewujudkan bargaining (tawar-menawar) dan demands (permintaan), serta pertemuan antara para pedagang dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli. Ini satu hal yang baik dan bermanfaat, dapat  mencegah para pengusaha yang mengambil kesempatan orang-orang yang lengah atau lugu yang ingin melakukan jual beli tetapi tidak mengetahui harga sesungguhnya, bahkan tidak mengetahui siapa yang mau membeli atau menjual sesuatu kepada mereka.

Akan tetapi, kemaslahatan yang jelas ini, dalam dunia bursa saham tersebut, terselimuti oleh berbagai macam transaksi yang amat berbahaya menurut syariat: perjudian, memanfaatkan ketidaktahuan orang, dan memakan uang orang dengan cara haram. Oleh sebab itu, tidak mungkin ditetapkan hukum umum untuk bursa saham dalam skala besarnya. Namun, yang harus dijelaskan adalah segala jenis transaksi jual beli yang terdapat di dalamnya, secara satu per satu secara terpisah.

Kedua: Bahwa transaksi instan terhadap barang yang ada dalam kepemilikan penjual untuk diserahterimakan bila dipersyaratkan bahwa harus ada serah terima langsung pada saat transaksi menurut syariat adalah transaksi yang diperbolehkan, selama transaksi itu bukan terhadap barang yang haram menurut syariat pula. Namun, jika barangnya tidak berada dalam kepemilikan penjual, maka syarat-syarat “jual beli as-salam” harus dipenuhi. Setelah itu, barulah pembeli boleh menjual barang tersebut, meskipun barang tersebut belum dia terima.

Ketiga: Sesungguhnya, terkait dengan transaksi instan terhadap saham-saham perusahaan dan badan usaha, jika saham-saham itu memang berada dalam kepemilikan penjual maka transaksi semacam itu boleh-boleh saja menurut syariat, selama dasar usaha perusahaan atau badan usaha tersebut tidak haram. Bila dasar usahanya haram, seperti: bank ribawi, perusahaan minuman keras, dan sejenisnya, maka transaksi jual beli saham tersebut menjadi haram.

Keempat: Bahwa transaksi instan maupun berjangka terhadap surat piutang dengan sistem bunga, yang memiliki berbagai macam bentuk, tidaklah diperbolehkan menurut syariat, karena semua itu adalah aktivitas jual beli yang didasari oleh riba yang diharamkan.

Kelima: Bahwa transaksi berjangka dengan segala bentuknya terhadap barang gelap, yakni saham-saham dan barang-barang yang tidak berada dalam kepemilikan penjual dengan cara yang berlaku dalam pasar bursa tidaklah diperbolehkan menurut syariat, karena termasuk menjual barang yang tidak dimiliki. Dengan dasar bahwa ia (penjual, ed.) baru akan membelinya dan menyerahkannya kemudian hari pada saat transaksi. Cara ini dilarang oleh syariat, berdasarkan hadis sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki.” Demikian juga, diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dengan sanad yang sahih dari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk menjual barang yang dibeli sebelum pedagang mengangkutnya ke atas punggung kuda mereka (diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, V:191; Abu Daud, no. 3493).

Keenam:
Transaksi berjangka dalam pasar bursa bukanlah “jual beli as-salam” yang diperbolehkan dalam syariat Islam, karena keduanya berbeda dalam dua hal:

1. Dalam bursa saham, harga barang tidak dibayar langsung saat transaksi, namun ditangguhkan pembayarannya sampai penutupan pasar bursa. Sementara, dalam “jual beli as-salam”, harga barang harus dibayar terlebih dahulu dalam transaksi.

2. Dalam pasar bursa, barang transaksi dijual dalam beberapa kali penjualan, saat barang berada dalam kepemilikan penjual pertama. Tujuannya, tidak lain hanyalah tetap memegang barang itu atau menjualnya dengan harga maksimal kepada para pembeli dan pedagang lain, bukan secara sungguhan; secara spekulatif melihat untung-ruginya, persis seperti perjudian. Padahal, dalam “jual beli as-salam”, pelaku transaksi tidak diperbolehkan untuk menjual barang sebelum barang tersebut diterimanya.

Oleh karena itu, Islamic Fiqih Academy (Majma’ Al-Fiqih Al-Islami) berpandangan bahwa para penanggungjawab di berbagai negara Islam berkewajiban untuk tidak membiarkan bursa-bursa tersebut melakukan aktivitas mereka sesuka hati dengan membuat berbagai transaksi dan jual beli di negara-negara mereka, baik yang hukumnya mubah maupun haram. Mereka hendaknya juga tidak memberi peluang bagi orang-orang yang mempermainkan harga sehingga menggiring kepada bencana finansial dan merusak perekonomian secara umum, dan pada akhirnya menimbulkan malapetaka bagi kebanyakan orang, karena kebaikan yang sesungguhnya adalah dengan berpegang pada ajaran syariat Islam pada segala sesuatu. Allah berfirman,

هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’am:153)

Temuan Lain Tentang HUKUM SAHAM


Selian Islamic Fiqih Academy (Majma’ Al-Fiqih Al-Islami) Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin juga memberikan fatwanya ketika beliau ditanya "ya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Apa hukum menanam saham di bank-bank dan selainnya?"

Pertanyaan itu cukup singkat, namun jawabannya tidaklah sesingkat pertanyaannya.

Adapun jawabannya kurang lebih seperti berikut ini.

[1]. Jika menanam sahamnya di pos-pos riba seperti bank-bank, maka tidak halal hukumnya bagi siapapun untuk menanamkan sahamnya di sana sebab semua itu didirikan dan berjalan di atas riba. Kalaupun ada transaksi-transaksi yang halal di dalamnya maka hal itu terbatas sekali bila dibandingkan dengan riba yang dilakukan oleh para pegawai bank-bank tersebut.

[2]. Sedangkan bila menanam saham pada transaksi yang tujuannya adalah berbisnis industri, pertanian atau sepertinya, maka hukum asalnya adalah halal. Akan tetapi disana juga ada semacam syubhat sebab nilai tambah (surplus) beberapa dirham yang ada pada mereka, mereka simpan di bank-bank sehingga mereka mengambil ribanya, barangkali mereka mengambil beberapa dirham dari bank dan pihak bank memberikan riba kepada mereka. Maka dari aspek ini kami katakan, “Sesungguhnya sikap yang wara (selamat) adalah seseorang tidak menanamkan saham di perusahaan-perusahaan seperti ini”. Sesungguhnya Allah akan menganugrahinya rizki, bila telah diketahui niatnya tidak melakukan hal itu (menanam saham) semata karena sikap wara dan rasa takut terjerumus ke dalam hal yang syubhat (samar).

Dalam hal ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas sedangkan diantara keduanya terdapat hal-hal yang syubhat (samar-samar) yang tidak banyak diketahui oleh manusia, barangsiapa yang menjaga dirinya dari hal-hal yang syubhat (samar-samar) tersebut, berarti dia telah membebaskan tanggungan dirinya untuk (kepentingan) agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam hal-hal yang syubhat (samar-samar), berarti dia telah terjerumus ke dalam hal yang haram, seperti halnya seorang pengembala yang menggembalakan (ternaknya) disekitar lahan yang terlarang yang memungkinkan ternak tersebut masuk ke dalamnya” [Hadits Riwayat Al-Bukhari, kitab Al-Iman 52, Muslim, kitab Al-Musaqah 1599]

Akan tetapi bagaimana solusinya bilamana seseorang sudah terlanjur menanamkan saham atau semula ingin menanamkan saham namun tidak menempuh jalan yang lebih baik, yaitu jalan wara’?

Disini kami mengatakan, “Solusinya dalam kondisi seperti ini adalah bila hasil keuntungannya diserahkan dan di dalamnya terdapat slip yang menjelaskan sumber-sumber didapatnya keuntungan tersebut, maka :

[a]. Yang sumbernya halal, maka dianggap halal

[b]. Yang sumbernya haram seperti bila mereka mengatakan secara terang-terangan bahwa keuntungan ini adalah hasil dari bunga-bunga bank, maka wajib bagi seseorang untuk melepaskan diri (menghindar) darinya dengan cara mengalokasikannya kepada kepentingan-kepentingan umum maupun khusus, bukan sebagai bentuk taqarrub (ibadah) kepada Allah tetapi sebagai bentuk menyelamatkan diri dari dosanya, sebab andai dia berniat taqarrub kepada Allah dengan hal itu, maka hal itu tidak akan menjadi sarana yang dapat mendekatkan dirinya kepadaNya. Karena, Allah adalah suci, tidak menerima kecuali yang suci. Juga, dia tidak bisa selamat (terhindar) dari dosanya, tetapi barangkali dia diganjar pahala atas ketulusan niat dan taubatnya.

[c]. Bila di dalam keuntungan-keuntungan tersebut tidak terdapat slip (daftar) yang menjelaskan mana yang dilarang dan mana yang dibolehkan, maka sikap yang lebih utama dan berhati-hati adalah mengeluarkan separuh dari keuntungan tersebut, sedangkan keuntungan yang separohnya tetap halal baginya sebab bila tidak diketahui berapa ukuran (prosentase) harta yang mirip-mirip dengan yang lainnya tersebut, maka sikap yang berhati-hati adalah mengeluarkan separuhnya, sehingga tidak ada orang yang menzhalimi dan terzhalimi.

Tindakan Saya Masalah Mengikuti SAHAM

Karena membaca poin - poin tentang SAHAM diatas dan kemudian saya menyimpulkan bawa investasi SAHAm ini bikin saya bingung harus merinci detail mana - mana yang boleh dan yang tidak, cara yang boleh dan cara yang tidak. Ribet banget akhirnya saya memutuskan untuk sudah sebatas tugas saja. STOP.

Saat saya mengikuti jual beli saham ini, memang tidak besar karena asal melaksanakan tugas saja demi nilai. Modalnya sarat minimal saldo, yaitu Rp 100.000,00 kemudian saya tambah Rp 30.000,00 karena sesuatu hal yang saya tidak paham dalam transaksi dan saya tambah lagi pada kesempatan yang berbeda karena saya ada niat ingin serius dan ingin coba - coba Rp 200.000,00 total yang saya gunakan Rp 310.000,00. Target percobaan saya waktu itu dalam 3 bulan sudah jadi 3 juta.

Waktu itu belum mencapai 3 bulan, saya bisa memiliki saham mencapai total harga saham kalo tidak salah 1.2-1.3 Juta rupiah.
Transaksi harian saya mencapai 7 juta rupiah.

Dan betul, waktu saya mengikuti jual beli saham cepat sekali uang berlipat. Bahkan saya mengamati ada beberapa saham yang harganya luar biasa berkali - kali lipat. Dari harga awal perlembarnya sekitar 100 rupiah jadi lebih dari 400 rupiah, 4 kali lipat dalam waktu yang singkat. Singkat kata jika punya uang 300 rb dan membali saham yang harganya berlipat tersebut dalam sekejap jadi 1.2 juta.

Namun karena mengganjal oleh halal dan haram serta bagaimana saya melakukan transaksi yaitu dengan cara cari beli saat turun dan cari jual saat untung walau dalam hitungan hari. Saya menyimpulkan ini untung - untungan sama dengan judi.
Akhirnya sayapun sudahan. Cukup saja.

Episode Baru

Berakhirnya mengikuti saham sudah berselang beberapa bulan saya sudah lupa sama sekali bahkan dengan kodenya. Hahahaha..
Namun karena ada sebuah kalimat yang saya dengar "Jika kita yang tidak berkuasa dalam hal ekonomi terus siapa?"

Kemudian sayapun teringat jika yang menguasai dunia investasi SAHAM adalah orang jahat ( sok baik saya :)) apakah dunia perekonomian akan dikuasai oleh orang jahat? Apa saja efeknya?

Pikiran saya kesana kemari seperti bisa jadi orang jahat akan membiayai kejahatannya untuk menindas orang baik. Bahaya ! Ini harus dihentikan.!:)

Hingga akhirnya keinginan mengikuti dunia SAHAM terpikir kembali.

Niatnya sok - sok an sih menguasai Dunia jual beli SAHAM

Saya mikir kalo saya jadi penguasaya mudahan saya ga jahat :D

Ok akhirnya clear saya mungkin akan mencoba.

Tapi saya berfikir bagaimana dengan pikiran - pikiran dalam artikel diatas. Masalah perusahan dan cara transaksi. Masalh hukum investasi Saham.

Dalam benak saya saat ini terpikir, jika masalah yang saya hadapi adalah bidang usaha perusahaannya dan dalam hal cara transaksinya yaitu jual saat untuk bali saat mudah dalam waktun yang singkat.

Untuk jenis perusahaan ternyata ada jalan keluar, yaitu saham - saham terbagi dua, yaitu saham syariah dan saham non syariah. Sehingga saya berpikir untuk urusah golongan usaha yang halal cukup cari yang ada di list syariah saja. Perihal itu ada kekeliruan, yang dosa yang bikin list tersebut. Rasakan. ha..ha..haa

Tinggal masalahnya adalah bagaimana cara transaksi yang tidak mengandung judi.

Saya berpikir bagaimana jika beli saham tipe nabung saham?

Artinya tidak melakukan jual beli dalam waktu yang singkat karena naik turun harga yang singkat dalam hitungan hari bahkan hitungan menit tetapi menabung saham saja. Sehingga ketika nanti diperlukan bisa dijual.

Saya jadi berfikir hal ini menjadi mirip dengan investasi yang lain seperti emas.

Saya berpikir dengan menabung demikian lama kelamaan akan menjadi pemilik terbanyak saham tersebut dan jelas jadi penguasanya.

Apakah ini benar?

Kisahnya Bersambung.........

Kesini Episode 2 Lanjutannya......

Sebelum lupa sumber bacaan tentang hukum investasi saham:
https://pengusahamuslim.com/2102-tanya-jawab-hukum-investasi-saham-dan-valas.html
https://pengusahamuslim.com/612-tanya-jawab-hukumhukum-saham-di-bankbank-dan-lainnya.html
https://almanhaj.or.id/961-hukum-hukum-saham-di-bank-bank-dan-lainnya.html

4 komentar untuk ""Bingungnya" Investasi SAHAM"

  1. Kalau mau investasi mending yg jelas kehalalannya kalu meragukan mending ditinggalkan enaknya sih punya simpanan baut modal usaha dagang apa saja seperti Rasululllah yang seorang pedagang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ia mas katanya sih emang daripada bingun mending begitu tinggalkan saja

      Hapus
  2. Jadi tertarik buat belajar investasi saham, apalagi kalau memang investasi saham ini menguntungkan, yah apa salah untuk di pelajari kemudian dicoba... :) yang penting syariah,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya pikir untung rugi pasti ada ya seperti halnya jula beli barang.
      Fokus saya itu mas syariah dulu :D

      Hapus